Pendahuluan
Revisi Undang-Undang (UU) memiliki dampak signifikan terhadap kebijakan dan keamanan nasional. Di tengah proses revisi UU TNI, kritikan muncul dari berbagai kalangan, salah satunya adalah jurnalis dan presenter terkenal, Najwa Shihab. Dalam komentarnya, Najwa menyoroti bagaimana suara masyarakat seringkali didengar sekali dalam lima tahun, kemudian diabaikan hingga pemilihan umum berikutnya.
Proses Revisi UU TNI
Revisi Undang-Undang UU TNI yang saat ini sedang direvisi berfokus pada pengaturan tugas, fungsi, dan kewenangan Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke depan. Proses ini melibatkan banyak pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, DPR, hingga masyarakat sipil. Namun, revisi ini juga menuai kritikan dari berbagai kelompok yang menilai bahwa kebijakan tersebut tidak melibatkan partisipasi publik yang signifikan. Banyak yang khawatir, revisi ini berpotensi mengurangi transparansi dan akuntabilitas TNI, yang esensial untuk menjaga demokrasi di Indonesia. Di Kutip Dari Slot Gacor 2025 Terpercaya.
Pandangan Najwa Shihab
Najwa Shihab, dalam beberapa kesempatan, menegaskan bahwa suara masyarakat memiliki nilai yang sangat tinggi namun sering kali diabaikan setelah pemilihan umum selesai. Krisis kepercayaan antara publik dan pemerintah kian menguat, dan banyak individu merasa bahwa aspirasi mereka tidak terwakili dalam proses politik yang ada. Kritiknya bukan hanya menghujam pada revisi UU TNI, tetapi juga pada seluruh sistem demokrasi yang sering kali tidak memberikan ruang bagi partisipasi masyarakat yang lebih luas.
Dalam salah satu pernyataannya, Najwa menekankan bahwa: “Kita hanya didengar setiap lima tahun sekali. Setelah itu, suara kita seolah tidak ada.” Pernyataan ini menggambarkan frustrasi masyarakat yang ingin terlibat dalam pengambilan keputusan penting, termasuk yang berkaitan dengan keamanan nasional.
Baca Juga: https://www.campufabet.biz/berita-viral-aksi-2-remaja-kencing-sembarangan-di-restoran/
Efek Suara Publik dalam Revisi UU TNI
Suara publik seharusnya menjadi bagian integral dalam setiap revisi regulasi, termasuk UU TNI. Namun, dengan sistem yang selama ini berlaku, banyak masyarakat merasa dirugikan. Mereka berpandangan bahwa meskipun ada perwakilan yang dipilih, suara mereka tidak sepenuhnya diteruskan kepada pengambil keputusan.
Kritik Najwa semakin relevan ketika melihat sejarah revisi UU sebelumnya, yang sering kali dilakukan tanpa melibatkan masyarakat secara aktif. Hal ini menciptakan celah untuk potensi penyalahgunaan kekuasaan dan minimnya akuntabilitas, yang ditakutkan dapat merugikan kepentingan publik.
Pentingnya Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat dalam revisi UU TNI, menurut Najwa, bukan sekadar kewajiban, tetapi juga hak. Masyarakat perlu diberikan ruang untuk menyuarakan pendapat dan memberikan masukan mengenai isu-isu yang berpengaruh pada kehidupan sehari-hari mereka. Dengan keterlibatan yang lebih aktif, diharapkan UU yang dihasilkan pun lebih mencerminkan kebutuhan dan harapan masyarakat.
Selain itu, partisipasi publik bisa menjadi alat kontrol sosial yang efektif untuk menjaga agar kebijakan yang diambil pemerintah tetap pro terhadap kepentingan rakyat. Dalam konteks ini, kritik Najwa bisa dilihat sebagai suara yang mendorong perbaikan sistem politik dan kebijakan di Indonesia.
Kesimpulan
Kritik Najwa Shihab dalam proses revisi UU TNI adalah pengingat bagi semua pihak bahwa suara masyarakat harus tetap diperhitungkan. Dalam sistem demokrasi, rakyat seharusnya tidak hanya didengar pada saat pemilihan, tetapi juga dalam setiap langkah kebijakan yang diambil. Harapan kedepan adalah agar partisipasi masyarakat tidak hanya menjadi jargon, tetapi juga diimplementasikan secara nyata dalam setiap proses legislasi, termasuk revisi UU TNI, demi terciptanya Indonesia yang lebih demokratis dan akuntabel.
Dengan demikian, penting bagi masyarakat untuk terus bersuara dan aktif berpartisipasi dalam proses politik, karena hanya dengan cara itulah suara mereka akan tetap didengar dan diperhitungkan, bukan hanya dalam lima tahun sekali, tetapi sepanjang waktu.